Berani Cerita #05

, by Mimin Berani Cerita

Kamis terakhir di bulan Maret, tak terasa sudah hampir sebulan para penantang Berani Cerita mengikuti tema-tema dari kami. Sebagai penutup bulan ini, berikut tantangannya!

read more

23 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[BeraniCerita #04] Bisnis Bos

, by Mimin Berani Cerita

oleh Mimin Rochma

"Oke, oke, saya cek nanti."

"Ah, enggak usah terlalu dipikirkan. Asal mulus saja ke depannya, saya oke oke saja kok."

"Baiklah. Saya juga ucapkan terima kasih."

Tut. Kemudian handphone diletakkan di atas meja.

"Sudah ditransfer, Bos."

"Jumlahnya?"

"Sesuai dengan perjanjian, Bos."

"Bagus. Ambil lima persennya buat kamu."

"Terima kasih, Bos."

Keduanya diam. Hanya terdengar suara kriet dari kursi putar yang diduduki si bos.

"Kamu percaya dengan keindahan saling membantu, Man?"

"Percaya, Bos."

"Apalagi aku, Man. Sangat percaya. Bapakku yang mengajarkan sejak kecil tentang membantu orang lain."

Yang dipanggil Man, masih terdiam.

"Bapakku juga yang mengajarkan bagaimana cara-caranya. Dia teliti sekali menjelaskannya. Aku sering tahu, bapakku mampu merinci setiap langkah."

"Ohya, bahkan bapakku ketika membantu orang lain, selalu menuliskan detailnya dengan rinci di agendanya. Jumlahnya pun dia rinci."

"Wow, Bos sampai tahu sejelas itu?"

"Bapakku yang memberitahu. Dan mengajariku lho, Man."

"Pantas saja, Bos lihai dan jeli menyelesaikan semua order."

Si bos tertawa. Lalu sunyi kembali.

"Tapi bapakku tidak mujur."

"Ya, mati di penjara."


bersambung ke sini

2 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

{BeraniCerita #04] I Love You

, by Mimin Berani Cerita

oleh Mimin Mayya


“Kamu sudah siap ke sekolah yang baru?”

“Iya!”

“Jangan takut dan ragu ya!”

“Ok, bu!”
***
“Bagaimana di sekolah tadi?”

“Mereka tidak mau bermain denganku, Bu!”

“Kenapa?”

“Mereka bilang aku tidak sama seperti mereka!”

“Sudahlah, tak usah menangis lagi ya nak! Kamu memang tidak sama, kamu berbeda. Percayalah pada ibu…”

***

“Ibu, hari ini aku mau bawa sarapan mie goreng buatan ibu. Teman-temanku di sekolah suka!”

“Benarkah? Bukankah lusa kemarin kamu bilang mereka tidak mau berteman denganmu?”

“Sekarang tidak lagi. Berkat mie goreng ibu. Aku bilang ‘Ibuku memang pintar masak!’”

“Kamu juga bisa pintar masak seperti ibu. Sini duduk di sebelah ibu, nanti kamu perhatikan apa saja yang ibu lakukan!”

***

“Aku tidak mau pakai itu lagi!”

“Kenapa, nak? Kamu akan kuliah sebentar lagi, ini sangat membantumu nanti…”

“Alat itu berisik sekali. Aku tak suka…”

“Baiklah kalau begitu. Ibu tidak akan memaksa…”

bersambung kesini

4 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[BeraniCerita #04] Selesai

, by Mimin Berani Cerita

oleh Mimin Orin


“Asyik lagunya ya, Tom?”

“Hmm…”

“Kok cuma hmm?”

“Lagunya siapa sih ini, Va?”

“Ya ampuuuun, Natasha Bedingfield. Masa ngga tahu?”

“Ooh.. oke.  ”

Whatever, Tom.”

Come on, Va. Ini ketiga kali-nya kamu mendengarkan lagu itu, masih banyak lagu lain, ‘kan? Kenapa lagu itu yang diputar terus?”

“Kenapa tidak?”

“Ah… Selalu begitu.”

“Begitu gimana?”

Whatever, Va.”

“Perhatiin deh liriknya. Lagunya pas banget, Tom.”

“Pas apanya?”

“Pas dengan keadaan kita sekarang.”

Feel the rain on your skin? Blah. Kita terjebak macet karena hujan, Va! Mobil kita nyaris tak bergerak dan kamu mau hujan-hujanan? Yang benar saja.”

“Bisa juga sih begitu. Tapi bukan itu maksudku, Tuan Skeptis.”

“Lantas apa? Drench yourself in words unspoken? Kalimatnya terlalu bersayap, Va. Aku bukan pujangga, apalagi filsuf.”

“Aku tahu, Tom. Aku tahu kamu bukan pujangga atau filsuf. Aku tahu kamu hanya seorang lelaki egois yang terkadang pengecut.”

“Hei… ada apa denganmu, Va? Lelaki egois yang terkadang pengecut ini mencintaimu sampai mati.”

“Gombal!”

“Eva Sayang, aku tidak ingin sebuah lagu tidak jelas seperti ini membuat kita bertengkar.”

“Lagu tidak jelas? Hubungan kita jauh lebih tidak jelas lagi, Tom.”

“Ah…itu rupanya.”

“Ya, itu maksudku, Tom. Today is where your book begins, The rest is still unwritten. Maka aku ingin mengakhiri hubungan tidak jelas kita, mulai hari ini, detik ini juga. Aku terlalu lama menghabiskan waktuku terbuang sia-sia denganmu, Tom. Aku….”

“Sebentar, Va. Sebentar…. Kamu tidak bisa tiba-tiba saja memutuskan aku ‘hanya’ karena sebuah lagu.”

“Aku bisa melakukan apapun yang aku mau, Tom. Apapun! Aku ingin menulis ‘buku’ baruku tanpa ada namamu di dalamnya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpamu setelah ini, aku ingin menikmati sisa usiaku tanpa harus menyakiti siapapun termasuk diriku sendiri, aku… “

“Siapa lelaki yang sudah berhasil mencuri hatimu dariku, Va?”

“Ya Tuhaaan… Kenapa Tom? Kenapa kamu selalu harus mencari kambing hitam? Kenapa kamu tidak pernah bisa mengakui kalau terkadang kamu sendirilah penyebabnya, kamu yang salah.”

“Mengertilah, Va. Aku tak punya banyak pilihan.”

“Tapi kamu tetap bisa memilih, Tom.”

bersambung ke sini

2 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Cerita Terbaik Berani Cerita #03

, by Mimin Berani Cerita

Siapa pemenang Berani Cerita #03?


*drum roll*

(diurutkan berdasarkan abjad)

read more

18 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Berani Cerita #04

, by Mimin Berani Cerita

Kamis minggu ke #04 sudah hadir lagi! Penasaran tema minggu ini? Ini dia:


Lagu : Natasha Bedingfield - Unwritten


read more

21 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Cerita Terbaik Berani Cerita #02

, by Mimin Berani Cerita

Sudah senin lagi, and the winner of Berani Cerita #02 adalah eng ing eng... (diurutkan berdasarkan abjad)



Eits, kenapa 4 pemenang? Karena ada 3 skor yang sama, jadi mimin-mimin memutuskan untuk memajang mereka semua!

Kalian berempat berhak untuk mendapatkan banner berikut:

 
 
Selamat untuk para pemenang dan terimakasih atas partisipasi para penantang di minggu #02 ini ya! Jangan lupa submit FF untuk Berani Cerita #03!

17 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Berani Cerita #03 : Di Dalam Ruang Ganti (Eps. 02)

, by Mimin Berani Cerita

credit
 by : Mimin Miss Rochma




cerita sebelumnya disini ^_^


____


Kudapati wanita yang aku yakin dia mencoba untuk selalu tegar, di dalam sebuah kamar VIP, di salah satu rumah sakit swasta terkenal di kota yang tak pernah mati ini. Jakarta. Dia sedang diinfus, dan tubuhnya terlihat sangat lemah. Saat aku masuk, kulihat sekilas senyum di wajahnya, namun cepat hilang senyumnya. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ternyata dia ditunggu oleh seorang wanita muda yang sedang menulis di sebuah map besar. Sepertinya wanita ini adalah sekretarisnya.

"Maaf mengganggu istirahat anda, Bu Silvia." Ucapku saat wanita itu sudah tidak lagi memperlihatkan senyumnya. Kudekati dia pelan-pelan sampai jarak kami kira-kira satu meter. Wanita yang kuduga sekretarisnya, yang akhirnya aku tahu kalau namanya adalah Widya, memberikan sebuah kursi dan mempersilahkan aku duduk.

"Bagaimana hasilnya?" Tanya bu Silvia dengan suara bergetar. Parau.

Aku mengeluarkan sebuah tape recorder dan tablet dari dalam tasku. Kunyalakan video yang gambarnya aku ambil diam-diam dari dalam salah satu bilik ruang ganti di sebuah mall kemarin siang. Bu Silvia memperhatikan dengan serius dan diakhiri dengan sebuah senyum saat video itu selesai berputar. Begitu pula saat dia mendengar rekaman suara dari tape recorder yang aku nyalakan setelah dia menyelesaikan video itu. Agak lama, bu Silvia terdiam. Kemudian dia menoleh pada sekretarisnya dan mengangguk. Sekretarisnya itu kemudian meninggalkan kami untuk mengambil sesuatu.

Aku sedikit cemas, karena selama ini aku tidak pernah mendapatkan klien seorang yang lemah. Ada sedikit rasa simpati yang harusnya tidak boleh ada dalam pekerjaanku. Ah, sejak dulu aku selalu lemah jika melihat wanita lemah. Tak lama berselang, ditengah kecemasanku, Widya menyodoriku sebuah amplop. Kuterima. Kubuka isinya, kuhitung, pas jumlahnya. Kusampaikan terima kasih.

Saat akan beranjak, bu Silvia memanggilku. Aku terhenti, kembali menoleh padanya.

"Pak Satria, tolong bantu saya sekali lagi."

Aku kembali duduk di kursi yang posisinya masih tetap disamping tempat tidur bu Silvia. Kukeluarkan buku catatan dan bolpoinku tanpa berbicara. Yang aku pahami adalah aku memiliki tugas baru, yang pastinya memiliki nominal berbeda dari tugas sebelumnya.

"Saya rasa video dan rekaman tadi masih kurang kuat mendukung dugaan saya. Saya ingin pak Satria mencari bukti yang lebih fleksibel. Mata-matai suami saya saat dia di depan umum. Saat dia berani menggandeng dan mencumbu wanita lain."

Bu Silvia menarik nafas dalam, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Dua atau tiga video lagi. Aku rasa itu sudah cukup."

Bu Silvia kembali mengambil nafas dalam. Kali ini, suaranya lebih bergetar daripada sebelumnya. "Berikan kepada saya maksimal sehari sebelum tanggal 22."

Aku masih terdiam dan terus mencatat apa yang disampaikan bu Silvia barusan. Kulirik, Widya juga melakukan apa yang aku lakukan. Mencatat, tapi entah mencatat apa. Setelah kurasa dia selesai memberi tugas baru, kuletakkan kembali buku catatan dan bolpoinku ke dalam tas. Widya menyodorkan segelas air mineral. Kuterima dan langsung kuteguk. Saat kuletakkan minuman itu di atas pangkuanku, kulihat mata bu Silvia menerawang jauh. Seolah tanpa batas, membuka memori masa lalu pelan-pelan.

"Suamiku adalah orang yang pandai. Karena itu dia mendapatkan warisan dari almarhum mertuaku untuk mengurus beberapa badan amal atas nama perusahaan keluarga kami. Yang nilainya ratusan milyar. Namun, dalam warisan itu dikatakan pula, bahwa suamiku akan kehilangan hak warisnya jika perilakunya tak selaras dengan tugasnya."

Kudengarkan saja bu Silvia bercerita. Ya, ini adalah salah satu alasan kenapa aku memilih menjadi mata-mata. Hikmah dalam cerita para klienku.

"Tapi dalam perjalanan pernikahan kami, ternyata tanpa kami duga, aku terserang kanker rahim. Yang membuatku harus rela bolak-balik masuk rumah sakit. Terakhir kali, dua tahun yang lalu, rahimku akhirnya diangkat. Sejak itu, hubungan kami tidak lagi harmonis, dan aku tahu, suamiku berselingkuh."

Masih kudengarkan bu Silvia berbicara. Dia mulai mengganti kata 'saya' dengan 'aku' sebagai tanda bahwa dia mulai membuka diri padaku.

"Aku hanya ingin melindungi suamiku. Itu saja. Aku ingin dia tahu, bahwa menjaga amanat itu sulit. Bukan, bukan aku ingin menjatuhkan dia. Tapi aku ingin menghentikan perilakunya sebelum para wanita-wanita liar itu menghabiskan dana amal yang diwariskan padanya."

Kali ini bu Silvia terisak, pelan sekali. Tak mampu lagi berbicara, akhirnya Widya yang melanjutkan kalimat bu Silvia yang tidak selesai tadi.

"Tanggal 23, bu Silvia akan dijadwalkan terbang ke Singapura untuk pemeriksaan lebih intens lagi. Kanker rahim yang kami kira sudah bersih dari tubuhnya, ternyata masih meninggalkan sisa."

Aku tetap masih terdiam. Kali ini kupandangi wajah Widya, berpaling sejenak dari bu Silvia yang tak juga berhenti terisak.

"Kalau anda berhasil menyerahkan video itu sebelum tanggal 22, sebelum pertemuan dewan pimpinan perusahaan, maka kami akan memberi anda dua kali lipat dari yang anda terima sekarang."

Aku mengangguk tanda mengerti. Kutatap kembali bu Silvia tanpa suara. Banyak pertanyaan sebenarnya yang bergumul dipikiranku saat ini tentang usahanya menyelamatkan martabat suaminya. Tapi kutahan. Tidak etis. Tidak pada tempatnya aku berbicara. Biarlah mereka sendiri yang mencari jalan keluar atas masalahnya. Dan bukan hakku untuk mencampuri, meskipun di dalamnya aku terlibat.

____

To be Continued

14 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Berani Cerita #03 : Di Dalam Ruang Ganti_Eps. 01

, by Mimin Berani Cerita

credit

oleh : Mimin Orin

 
"Cantik tidak, mas?"


"Bagus.”


"Masa sih? Warnanya oke?"


"Ungunya beda ya."


"Fuchsia mas, bukan ungu."


"Hah? Fuchsia?"


"Ah kamu ini ngga ngerti fashion, fuchsia aja kok ngga tau. Istrimu ya mesti punya juga toh baju warna fuchsia?”


“Ungu ah...”


“Iya...iya...terserah mas aja. Jadi aku pilih yang mana nih? Yang lagi aku coba ini atau yang tadi yang warna marun?"


"Terserah kamu aja, Sayang. Kalau bingung beli aja dua-duanya. Gitu aja kok repot."


"Bener nih, mas? Serius??"


"Iya..."


“Satunya cuma sejuta-an kok, mas.”


“Iya...iya...”


"Asyiiiik."


"Yawda cepetan ganti lagi, aku udah laper nih. Kita makan."


"Oke Mass. Mmm...tapi aku belum punya sepatu dan tas warna fuchsia lho mas."

"Habis makan nanti beli sepatu dan tas ya."


"Bener mas?"


"Iya..."


“Yawda mas nunggu di luar gih.”


“Ngga ah...aku mau tetap di sini, nonton kamu ganti baju.”


Aku tak sudi lagi mendengar obrolan di bilik sebelah, kamera kecilku sudah banyak mengambil gambar, recorderku cukup jelas merekam percakapan mereka. Sekarang tinggal mengirimkannya pada klien yang telah membayarku mahal. Semoga dia tidak perlu menyuruhku membunuh suaminya yang tak setia itu.

____

- To be continued -

18 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Berani Cerita #03

, by Mimin Berani Cerita

Yaaaay! Kamis ceria sudah datang! Itu artinya kami akan melempar tema baru untuk minggu ini!

Gak sabaran ya? Baiklah ini dia:

Setting : Ruang Ganti
credit

read more

21 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Cerita Terbaik Berani Cerita #01

, by Mimin Berani Cerita

Hola Halo para challenger Berani Cerita! Ada yang penasaran siapa yang terpilih menjadi cerita terbaik di Berani Cerita #01?

Ok, baiklah, tanpa menunggu lebih lama, ini dia pemenangnya ya! (diurutkan berdasarkan abjad)


Kalian bertiga berhak untuk memajang banner ini di sidebar blog!



Terimakasih atas cerita terbaik kalian dan cerita-cerita lain yang telah disubmit ya!
Mau namanya terpampang disini dan sidebar Berani Cerita? Ikutan lagi tantangan selanjutnya! Jangan menyerah, pals!


15 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

Berani Cerita #02

, by Mimin Berani Cerita

Selamat hari Kamis yang menggembirakan, teman-teman!

Wow, tulisan peserta challenge yang pertama oke punya. Idenya menarik-menarik. Dan kami para mimin, sangat senang dengan keikutsertaan kalian lho. Karya mereka bisa dibaca disini yah ^_^

Oke, oke, sekarang kita sudah memasuki minggu kedua di bulan Maret. Artinya, kami sebagai mimin akan melemparkan tema untuk challenge yang kedua. Dan tema minggu ini adalah ... *drum roll*
Quote dari Abraham Lincoln :
"Seandainya saya memiliki waktu sepuluh jam untuk menebang pohon, saya akan melewatkan delapan jam pertama untuk mengasah kapak saya"

Metode Penceritaan : Tersirat di dalam cerita
Deadline : Rabu, 13 Maret 2013
Format Judul : [BeraniCerita #02] Judul.

Kami akan memilih 3 cerita terbaik setiap hari Senin untuk dipajang di sidebar website ini dan mereka akan mendapatkan banner pemenang. Ketentuannya jangan lupa baca disini ya!

Cara ikutan, sama seperti minggu lalu yaitu memasang banner dan memasukkan link tulisan kalian pada widget yang sudah kami sediakan di bawah postingan ini.



Isi form dibawah ini dengan contoh sebagai berikut:

Link Title : Mayya @upiakmayya
Email Address : xxx@gmail.com
URL : link tulisan anda

Mari bersenang-senang menulis flash fiction bersama kami :)


Link yang tidak ada hubungannya dengan link cerita akan dihapus

35 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[sticky post] Pemenang GA Berani Cerita dan Berani Cerita #01

, by Mimin Berani Cerita

Akhirnya, sudah tanggal 1 Maret! Pasti para peserta Giveaway Berani Cerita sudah tak sabar dan deg-degan menunggu hasilnya ya?

***

Eits, terlebih dahulu kami akan melempar tema untuk minggu #01 Berani Cerita. Sudah siap menerima tantangan?

Ini dia tantangan BeraniCerita #01:

Setting : Rumah Tua

Sudah lihat ketentuannya? Kalau belum, ini dia:
1. Tema akan diberikan satu kali seminggu setiap hari Kamis (kecuali tantangan kali ini, Jumat.)
2. Peserta bebas menulis fiksi menurut imajinasinya di blog/media online masing-masing sesuai tema.
3. Fiksi yang ditulis merupakan Flash Fiction berjumlah di bawah 500 kata. Tulis jumlah kata di bawah tulisan.
4. Beri judul dengan format [BeraniCerita #Nomor] Judul. Nomor adalah nomor tema yang diberikan. Tema kali ini memiliki format judul [BeraniCerita #01] Judul.
5. Bagi yang memiliki blog, pada sidebar atau di bawah posting, sertakan banner per tema yang disertakan pada tiap tema. Jika tidak memiliki blog, sertakan banner di bawah tulisan.
6. Link/URL tulisan tadi diinput pada widget link di bawah posting tema yang tersedia (ada di bawah postingan ini.)
7. Jumlah fiksi yang ditulis dalam satu tema bebas. Boleh satu, dua atau lebih.
8. Link tema akan ditutup tepat sesaat sebelum tema baru diberikan, artinya selama seminggu anda bebas memberikan link.
9. Anda tidak wajib mengikuti semua tantangan ini, andalah yang menentukan tantangan untuk diri anda sendiri.
10. Kami akan memilih 3 cerita terbaik setiap hari Senin (setelah tema ditutup : 7 Maret 2013 ) untuk dipajang di sidebar website ini dan mereka akan mendapatkan banner pemenang.
Berikut banner yang dipajang untuk Berani Cerita #01



Bingung dan susah cari ide? Mungkin cerita dari Mimin Berani Cerita bisa memberi inspirasi:

read more

39 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[BeraniCerita #01] Rena

, by Mimin Berani Cerita

oleh : Mimin Mayya

Angin dingin menerpa, menjilat dan membelai wajah Rena yang tertutup sebagian rambutnya. Entah berapa lama ia berjalan, tampaklah rumah tersebut, kokoh namun telah pudar dimakan waktu. Sebelumnya, setiap pulang sekolah, ia selalu berputar untuk dapat melewati rumah ini, memastikan tidak ada yang meninggali. Terletak di dekat pinggiran hutan dan hanya dapat dicapai melalui sebuah jalan setapak yang panjang dan berliku. Rena memandanginya lekat-lekat sambil menggigit bibir, dadanya bergemuruh kencang.



 
Udara semakin menggigit, Rena tak tahan berlama-lama di luar dan mendekati salah satu jendela. Ia mengambil batu dan melemparkannya ke jendela. Ia bahkan tak menggubris luka di pipinya akibat tergores sekeping pecahan kaca.
Dengan hati-hati ia mengutak-atik kunci dan berhasil! Rena membuka jendela dan menyelinap masuk sepelan bisikan.

Ruangan itu pengap dan berdebu. Bau tua demikian pekat menusuk hidung. Rena terbatuk-batuk dan mengibaskan tangan, menyingkirkan sarang laba-laba yang menghalangi jalannya.

Ia menemukan sebuah kamar kosong di lantai dua, lengkap dengan tempat tidur yang entah berapa puluh tahun usianya. Tanpa mempedulikan ia dimana, Rena membaringkan diri. Tempat tidur berderit berisik. Namun, entah kenapa perasaan nyaman menelusup, sakit di badannya tak lagi terasa. Tak lama ia jatuh tertidur.

***

Dini hari, terdengar suara ribut-ribut di luar. Rena terbangun dan mengintip ke bawah jendela. Raungan memenuhi udara dan cahaya lampu mobil polisi berputar-putar berwarna-warni di kejauhan. Orang-orang mengenakan piyama keluar dari rumah mencari tahu apa yang telah terjadi. Namun Rena tahu.

Ia mengeluarkan pisau dapur dari dalam ranselnya. Pisau berlumuran darah.
***

Rena meringkuk di sudut kamar, berpeluh dan ketakutan. Rambutnya yang kecoklatan tampak kusut menutupi wajahnya dan menutupi bibirnya yang pecah. "Dasar anak tidak tahu diri! Ini balasannya setelah dikasih makan dan diberi tempat tinggal! Harusnya dulu kamu tidak pernah aku lahirkan!" Suara ikat pinggang berdesing di telinga Rena dan kepala ikat pinggang menyapa kulitnya dengan kasar. Rena mengerang dan menjerit panjang. Tangannya terangkat, mencoba mengelakkan diri dari pukulan itu. "Tolong...!Ampuuun!!" Rena berharap ada yang mendengar dan menolongnya. Menghentikan penderitaannya. Namun, tak seorang pun dapat menghentikannya. Pukulan itu datang terus tanpa ampun, diselingi sumpah serapah dan makian yang tak sepatutnya diucapkan untuk gadis berusia 13 tahun.

Rena mencoba melarikan diri darinya, sekalipun ia tahu melarikan diri bukanlah pilihan.

Dan disaat itulah, ia melihat sebuah kilatan. Kilatan dari sebuah pisau dapur.

Note: 365 kata

6 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[Berani Cerita #01] Rumah Tua Di Ujung Gang

, by Mimin Berani Cerita

By : Mimin Miss Rochma



Sesaat ketika aku akan melangkah keluar dari rumah tua yang sangat menyeramkan ini, aku mendengar suara derik dari pintu yang terbuka. Aku menoleh. Berusaha mengamati dalam kegelapan dengan memincingkan mataku untuk memastikan paklek Man ada di sana.

Tapi tak kulihat ada siapa-siapa di sana.

Dengan ragu, kuputuskan untuk memeriksa saja siapa yang membuka pintu kamar itu, yang lokasinya berdekatan dengan ruang makan. Syukur-syukur kalau pintu tadi terkena angin atau yang menggerakkan pintu itu benar-benar adalah paklek Man. Senter yang kupegang, mulai redup pelan-pelan karena, payahnya, aku lupa mengganti baterainya sebelum melakukan petualangan menyeramkan ini bersama paklek Man.

Kubiarkan saja senter itu mulai berkedip-kedip lalu benar-benar mati. Sekarang aku berjalan hanya dengan diterangi lampu yang terpasang di luar rumah, yang cahayanya masih tetap seredup senterku tadi. Kutarik nafas dalam, kemudian melanjutkan mencari paklek Man. Setelah jarak antara aku dan pintu itu sekitar satu meter, aku mulai berjalan dengan langkah sangat pelan sambil berbisik berulang-ulang memanggil nama paklek Man.

Aku pikir, aku akan merasa sangat ketakutan saat kulihat tak ada siapa pun di balik pintu. Hingga akhirnya aku melihat seseorang yang sedang jongkok di bawah meja rias dengan wajah disembunyikan diantara kedua lututnya. Kudekati dia dengan langkah cepat dan menepuk pundaknya.

"Paklek, ayo pulang. Takut aku." Ucapku dengan bibir bergetar, sambil menarik tangan kanannya.

Tapi, semakin aku tarik, orang yang kupikir adalah paklek Man itu tetap tidak bergerak. Saat kutoleh, dan tepat saat dia juga menoleh, ternyata bukan wajah paklek Man yang kudapati. Tapi seorang laki-laki tua berjenggot tebal yang dahinya retak dan mengeluarkan cairan, yang sepertinya itu adalah darah.

"Huwaa..!! Tolong!! Setan!!"

Aku lari terbirit-birit keluar kamar. Nafasku berkejaran dengan langkahku yang tak beraturan. Hingga akhirnya aku berhenti karena tersandung sesuatu.

Bruk!!

"Aduh, sakit." Rintihku sambil mengelus daguku yang terbentur lantai. Saat kubuka mata, ternyata aku berada di kamarku sendiri.

"Sial. Untung hanya mimpi. Horor sekali." Keluhku sambil kembali ke atas tempat tidur.

Gara-gara cerita yang kukarang sebelum aku tidur tadi, tentang petualanganku dengan paklek Man ke rumah tua di ujung gang, aku sampai bermimpi bertemu si tua dahi retak itu. Huft, semoga besok teman-temanku percaya dengan cerita yang kukarang ini. Supaya aku tidak dibilang pembual. Gerutuku dalam hati sambil mencoba tidur lagi karena masih jam dua malam.

6 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^

[Berani Cerita #01] Lelaki Keparat

, by Mimin Berani Cerita

oleh : Mimin Orin

Aku didorong masuk dengan kasar. Kepalaku langsung membentur tembok, detik berikutnya tubuhku pun ditendang keras, untuk kemudian menyusul menyapa dinding dingin yang sepertinya berlumut. Kedua tanganku yang terikat tambang di belakang hanya bisa mengepal tak berdaya. Kugigit bibir bawahku agar tidak berteriak, rasa sakit yang mendera sekujur tubuhku belum bisa mengalahkan egoku, aku enggan disebut lemah.


“Sudah bisa dibuka, Pak, karungnya?” Sebuah suara terdengar. Aku berharap siapapun yang dia panggil ‘Pak’ meng-iya-kan tanyanya. Biar aku tahu siapa bajingan yang telah menistakanku seperti ini.

“Tidak usah.” Sebuah suara berat menjawab pendek. Keparat! Itu artinya si pengecut ini betul-betul tak punya nyali. Dan aku masih harus menahan diri dalam kegelapan karung goni berbau apek ini. Kalau saja mulutku tak disumpal, sudah aku rapalkan berbagai mantra caci maki untuk manusia-manusia berhati binatang seperti mereka dari tadi.

“Selanjutnya bagaimana, Ndan?” suara lain yang berbeda kini terdengar. Hei, sebetulnya ada berapa orang mereka? Kedua kakiku yang juga terikat erat membuatku terpaksa berbaring bergelung di lantai berdebu. Samar aku bisa mencerna cericit tikus berlarian dan laba-laba yang tergegas kabur melewati lenganku.

“Kamu yakin rumah ini tak berpenghuni?” Suara berat itu lagi. Asumsiku dialah si pimpinan yang dipanggil ‘Pak’ dan ‘Ndan’. Aku merasa mengenal suara berat itu, siapa dan di mana aku pernah mendengarnya? Otakku sulit bekerja dalam kondisi seperti ini. Berikutnya beberapa suara –dugaanku mereka semua berlima- berebut meyakinkan si penanya, bahwa kami kini tengah berada di rumah tua yang telah lama kosong.

“Heh Danu, kamu tinggal mengangguk kalau setuju,” Si suara berat kini bertanya padaku, rupanya dia sudah mengenalku. Dan seharusnya aku pun mengenal lelaki pengecut ini, “Hentikan demo dan dukung Pak Jati tetap menjabat, maka nyawamu akan aku ampuni.” Blah!

Hidupku adalah milik Tuhan, dan kalaupun aku mati, akan selalu ada yang menggantikan posisiku menggerakkan massa berdemo menuntut pemerintahan yang bersih. Tapi kini aku tahu siapa si pengecut keparat bersuara berat ini, seorang lelaki yang telah lama aku benci hingga ke tulang sumsum sejak aku kecil dulu. Maka aku tetap mengangkat kepalaku, tak sudi menyatakan setuju. Pejabat korup seperti Jati tak perlu dukungan rakyat.

“Kalian semua keluar,” si lelaki bersuara berat kembali bertitah setelah detik demi detik berlarian. Aku bisa mendengar suara-suara kaki menjauh yang diakhiri decitan pintu sebagai penutup. Hening yang seolah abadi menyergap. Aku mencoba duduk bersandar tembok di belakangku. Jika lelaki ini punya nyali, aku dengan senang hati berduel dengannya sampai mati.

“Apa jawabanmu?” lelaki itu kembali menyalak. Rupanya dia terlalu pengecut, bahkan untuk sekedar membuka sumpalan mulutku atau mengambil karung yang menutupi kepalaku, tak berani dia lakukan. Aku mendongakkan kepala lebih tinggi sebagai jawabannyanya.

Detik berikutnya sebuah desisan menyapa telinga, lantas dadaku sepanas neraka, lalu darahku bergolak hendak meledak, kemudian tenagaku seperti hilang mengasap. Seketika aku sudah berada di ruangan putih tak bertepi, aku tahu sebentar lagi aku bertemu Tuhan. Sayup, suara berat itu berkata “Sampaikan salamku untuk ibumu di sana...”. Dasar lelaki keparat!

Note: 474 kata

10 comments:

Post a Comment

Komenmu sangat dihargai disini ^_^